Pada tanggal 2 Oktober 2020, telah dilaksanakan Webinar Series Keamanan Pangan #7 dengan tema “Strategi Pengolahan Kakao (from Bean to Bar)”. Acara yang diselenggarakan oleh PSPG, PUI-PT Probiotik, dan APKEPI bekerjasama dengan BPTP Yogyakarta ini mengupas tuntas seputar pengolahan kakao dari hulu ke hilir. Selain itu pada webinar ini juga diperkenalkan tentang Cokelat probiotik, yaitu cokelat yang mengandung bakteri baik, yang merupakan salah satu produk hasil penelitian tim peneliti PSPG, FTP UGM, BPTP, dan Cokelat nDalem dengan dukungan pendanaan dari LPDP RI. Cokelat probiotik “Chobio” ini pun turut menjadi sponsor pada webinar ini.
webinar keamanan pangan
Ikuti Webinar Series Keamanan Pangan #7 dengan topik “Strategi Pengolahan Kakao (from Bean to Bar)” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM yang bekerjasama dengan APKEPI, PUIPT, LPDP, BPTP Yogyakarta dan KAGAMA TP.
Webinar kali ini disponsori oleh Chobio (Cokelat mengandung bakteri baik). Kini menghadirkan 5 narasumber yang expert dalam bidang pengolahan kakao.
Jangan lupa catat tanggal pelaksanaannya
Jum’at, 2 Oktober 2020
08.30 – 11.30 WIB
melalui Cisco Webex
DAFTAR SEKARANG!
bit.ly/panganaman7
atau hubungi Mifta 087843283744
(via Whatsapp)
GRATIS! Seluruh peserta akan mendapatkan e-sertifikat. Ayo daftar, jangan sampai ketinggalan!
Pada tanggal 28 Agustus 2020 Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM bekerja sama dengan Asosiasi Profesi Keamanan Pangan Indonesia (APKEPI) menyelenggarakan Webinar Series Keamanan Pangan #5 dengan topik Bahaya Cemaran Mikotoksin dan Kimia pada Bahan Pangan.
Narasumber pada webinar ke-5 ini adalah Prof. Endang Sutriswati Rahayu (Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, pakar mikrobiologi) yang memberikan materi tentang Bahaya Cemaran Mikotoksin dan Dr. Andriati Ningrum (dosen Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM) yang menyampaikan materi tentang Bahaya Cemaran Kimia pada Bahan Pangan. Peserta yang turut berpartisipasi dalam webinar ini berjumlah kurang lebih 300 orang dari berbagai universitas, UMKM, dinas/instansi pemerintahan, perusahaan swasta, dan masyarakat umum dari seluruh Indonesia.
Sekali lagi, kami, PSPG UGM dan APKEPI selaku penyelenggara mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta yang telah berpartisipasi, semoga materi yang diberikan dapat bermanfaat ☺🙏
Unduh Materi Webinar Series Keamanan Pangan #6:
Materi I (Prof. Endang S. Rahayu) : https://tinyurl.com/y5p79c4z
Materi II (Dr. Andriati Ningrum) : https://tinyurl.com/y3s2y3vc
Berikut video materi Webinar Series Keamanan Pangan #6:
- Bahaya Cemaran Mikotoksin (Prof. Endang S. Rahayu)
- Bahaya Cemaran Kimia pada Bahan Pangan (Dr. Andriati Ningrum)
- Sesi Tanya Jawab Webinar #6
Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM bersama dengan Asosiasi Profesi Keamanan Pangan Indonesia menyelenggarakan Webinar Keamanan Pangan Edisi Spesial!
“Food Safety Webinar 2020” dengan tema Challenges of Food Safety in Indonesia
Menghadirkan 4 narasumber yang merupakan expert dibidangnya. Jangan lewatkan!
Daftar sekarang melalui http://bit.ly/FoodSafetyWebinar2020
Oleh: Prof. Dr. Ir. Endang Sutriswati Rahayu, M.S.
Patulin adalah salah satu jenis mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Disebut Patulin, karena pertama kali ditemukan, komponen ini dihasilkan oleh Penicillium patulum (nama baru Penicillium griseofulvum). Awal ditemukan, tahun 1943 oleh Nancy Atkinson, komponen ini digunakan sebagai antibiotik untuk Gram positif maupun negative. Namun, karena toksisitasnya, penggunaan patulin sebagai antibiotik dilarang.
Pada tahun 1960an, komponen ini dikategorikan sebagai salah satu mikotoksin. Patulin, yang berupa poliketida dihasilkan oleh beberapa spesies Penicillium, Aspergillus, dan Byssochlamys.
Bagaimana dampak kesehatan dari patulin? Pal dkk (2017) telah mereview efek toksisitas patulin pada mamalia yang dijelaskan pada Gambar 1. Paparan cemaran patulin pada makanan dapat menyebabkan toksisitas sistemik pada mamalia. Patulin dapat mencapai system pencernaan dan menyebabkan kerusakan usus, peradangan dan pendarahan; dapat mencapai liver dan ginjal, bahkan sampai ke otak dan menyebabkan neurotoksikosis, degenerative saraf.
Patulin ini utamanya ditemukan pada apel yang telah berjamur juga produk berbasis apel (jus, jam, jelly dlsb, tentu saja kalau produk ini dihasilkan dari apel yang telah berjamur). Namun patulin juga terdapat pada buah-buahan yang lain, seperti anggur, strawberry, bahkan pisang. Jamur benang mulai tumbuh pada buah-buahan yang telah rusak, dan selanjutnya menghasilkan patulin. Gambar kedua menunjukkan cara melihat buah apel yang baik atau telah berjamur yaitu dengan dibelah, miselia jamur benang (mold) bisa nampak sampai ke daging dan biji buah. Buah yang masih segar dan tidak tercemar oleh jamur, nampak utuh berwarna normal apel, putih kekuningan.
TIP SEHAT. Belilah buah-buahan yang masih segar, utuh kulitnya, tidak keriput, tidak cacat, dan secepatnya dikonsumsi. Tidak perlu disimpan dalam jangka waktu yang lama. Penyimpanan yang lama memberi kesempatan jamur tumbuh dan menghasilkan mikotoksin.
Info lebih lanjut akan disampaikan pada Webinar Seri Keamanan Pangan ke 6 tentang Bahaya Cemaran Mikotoksin dan Kimia pada Bahan Pangan, yang penyelenggaraannya ditunda menjadi tanggal 28 Agustus 2020, hari Jumat.
Salam sehat selalu
#keamananpangan
#mikotoksin
DAMPAK KESEHATAN MIKOTOKSIN
Apakah dampak pada kesehatan apabila tidak sengaja ternyata makanan yang kita konsumsi telah tercemar dengan mikotoksin?
Pada umumnya, dampak mikotoksin adalah bersifat kronis, yaitu setelah terakumulasi pada tubuh dalam jangka waktu yang lama. Namun ada juga yang sifatnya akut. Marilah kita kembali pada sejarah ditemukannya mikotoksin.
Pada awal tahun 1960, terdapat dua kejadian yang membuktikan bahwa jamur benang (mold) dapat menghasilkan metabolit yang beracun. Pertama, peristiwa yang terjadi di Rusia, pada saat perang dunia (PD) II. Meskipun peristiwanya sendiri terjadi pada tahun 1940, informasinya baru menyebar pada tahun 1960. Pada masa perang, setelah Jerman menduduki Rusia, dilakukan penyerangan ke Moskow pada musim gugur tahun itu. Jerman memaksa bangsa Rusia meninggalkan lahannya sebelum tanaman dipanen. Salah satu dari tanaman yang belum dipanen saat itu adalah millet. Namun demikian, ternyata Jerman gagal menyerang Moskow karena musim dinginnya yang sangat berat, dan suasana ini menyebabkan bangsa Rusia kembali menguasai daerah dan lahannya. Millet yang belum sempat dipanen dan tetap tertinggal selama musim dingin dengan saljunya yang berat, selanjutnya dipanen dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan roti tawar. Namun, ternyata, roti ini telah menyebabkan wabah penyakit dan juga kematian (mencapai 100.000), di beberapa daerah di Uni Soviet. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa millet telah terkontaminasi oleh jamur, terutama Fusarium. Jamur inilah yang diperkirakan mampu menghasilkan toksin trikotesena, yang dapat menimbulkan penyakit yang disebut alimentary toxic aleukia (ATA) atau septic angina.
Kedua, kejadian yang berkaitan dengan jamur benang (mold) dan produksi toksinnya dan terjadi di Inggris pada awal tahun 1960. Kejadian ini berkaitan dengan penyakit ternak, terutama ayam kalkun, bebek, dan anak ayam. Penyakit dengan gejala depresi dicirikan dengan cara berjalan yang tidak stabil (staggering gait) menyebabkan kematian mendadak pada kalkun yang terserang. Dari hasil pengamatan pada karakasnya membuktikan bahwa jaringannya telah rusak dan terjadi akumulasi darah. Livernya membesar secara bervariasi, kukuh dan kadang berwarna merah kekuningan pucat. Pengamatan yang sama juga dilakukan pada bebek, tetapi dengan tambahan bahwa banyak pendarahan di bawah kulit (subcutaneous hemorrahages) yang kelihatan pada kaki dan bagian belakang. Beribu-ribu ternak mati disebabkan kasus ini. Setelah dilakukan penyelidikan ternyata penyebab dari kasus ini adalah terdapatnya metabolit pada pakan yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus, sehingga metabolit yang sangat toksik ini disebut sebagai aflatoksin. Bagaimana dampak kesehatan mikotoksin yang lain?
Ikuti Webinar Series Keamanan Pangan #6 dengan topik mengenai Bahaya Cemaran Mikotoksin dan Kimia pada Bahan Pangan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM bekerja sama dengan Asosiasi Profesi Keamanan Pangan Indonesia (APKEPI).
Kini menghadirkan narasumber, pakar Mikrobiologi dari UGM, Prof. Dr. Endang S Rahayu dan dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Dr. Andriati Ningrum
Jumat, 28 Agustus 2020
Pukul 09.00 – 11.00 WIB
melalui Cisco Webex
DAFTAR SEKARANG!
bit.ly/panganaman6
atau hubungi Dina 085643219449 (Whatsapp)
GRATIS! Seluruh peserta akan mendapatkan e-sertifikat
Ayo daftar! Jangan sampai ketinggalan 😃
Oleh: Prof. Dr. Ir, Endang Sutriswati Rahayu, M.S.
Aspergillus flavus dikenal sebagai jamur penghasil aflatoksin yang merupakan mikotoksin paling berbahaya. Bahkan nama aflatoksin diambilkan dari huruf a yang berasal dari kata aspergillus dan fla dari kata flavus. Kasus aflatoksin ini mulai dikenal pada tahun 1960, saat tejadi kematian besar-besaran pada ternak, terutama kalkun, ayam, bebek. Dari hasil pengamatan pada karkasnya membuktikan bahwa beberapa jaringan telah mengalami kerusakan dan terjadi akumulasi darah. Terjadi pembengkakan liver secara bervariasi, dan warna liver juga berubah ke kuning pucat. Beribu-ribu ternak telah mati pada kasus ini. Hasil penyelidikan membuktikan bahwa, penyakit ini tidak disebabkan oleh mikroorganisme patogen maupun virus, namun oleh substansi beracun yang mencemari pakan yang dihasilkan oleh sejenis mold yaitu Aspergillus flavus. Substansi yang sangat toksik ini selanjutnya disebut sebagai aflatoksin.
Aspergillus flavus memiliki saudara dekat A. parasiticus yang juga dikenal sebagai penghasil aflatoksin, dan Aspergillus oyzae dan A. sojae yang digunakan sebagai starter untuk berbagai makanan fermentasi. Di Indonesia contoh makanan fermentasi yang menggunakan starter A. oryzae atau A. sojae adalah di dalam proses pembuatan kecap, kalau di Jepang kedua spesies mold ini dipakai untuk menghasilkan shoyu (soy sauce) juga sake.
Keempat spesies yang bersaudara ini, memang agak sulit dibedakan apalagi kalau hanya dengan karakter morfologi, kecuali memang ahli dibidang ini. Upaya membedakan berdasarkan karakter molekuler juga sulit dilakukan. Disertasi S3 (ESR) juga paper-paper yang lain, membuktikan bahwa DNA-DNA homologi ke empat species ini kesamaannya sangat tinggi, yaitu di atas 80%, sehingga ke-empatnya seharusnya dijadikan satu spesies dengan 4 subspesies. Pemberian nama taksonomi keempat spesies secara benar ini juga telah dibahas berkali kali di workshop ICFM (International Commission on food Mycology). Namun sampai saat ini nama yang ada tetap dipakai.
Pertanyaannya karena ke-4 spesies ini bersaudara dekat, dan A. flavus dan A. parasiticus dikenal sebagai penghasil aflatoksin yang sangat membahayakan …… Bagaimana dengan dua spesies lainnya, yaitu A. oryzae dan A. sojae? Apakah keduanya juga mampu menghasilkan aflatoksin? Bagaimana dengan produk fermentasinya, apakah aman?
Telah dilakukan survei, khususnya di Jepang, bahwa makanan fermentasi yang dihasilkan oleh A. oryzae dan A. sojae bebas dari aflatoksin. Bagaimana penjelasannya? Mengapa spesies Aspergillus oryzae dan A. sojae yang bersaudara dekat dengan spesies penghasil aflatoksin ini tetap aman digunakan untuk fermentasi bahan pangan?
Beberapa paper menjelaskan bahwa untuk mensintesis aflatoksin melibatkan sekitar 23 enzim lebih dari 15 produk intermediate, serta 25 gen (kluster dg 70 kb). Gen-gen tsb tetap terdeteksi pada empat spesies bersaudara tsb. Namun ternyata telah terjadi mutasi pada A. oryzae dan A. sojae. Terjadi kerusakan khususnya pada gen yang mengatur sintesis aflatoksin (aflR) sehingga spesies oryzae dan sojae tidak mampu menghasilkan aflatoksin. Mutasi ini terjadi pada kedua spesies yang telah bertahun-tahun (puluhan bahkan ratusan tahun) digunakan untuk starter proses fermentasi. Proses fermentasi yang terkendali ternyata dapat menjinakkan spesies ini, sehingga kemampuan menghasilkan toksin yang berbahaya, yaitu aflatoksin tidak dimiliki lagi. Kedua spesies ini menjadi jinak, sedang 2 saudara lainnya yang berkeliaran di alam bebas dan mengontaminasi berbagai produk pangan, khususnya kacang dan jagung, tetap berbahaya.
Aflatoksin merupakan salah satu mikotoksin di antara berbagai jenis mikotoksin lainnya yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Bahaya Mikotoksin dan Cemaran Kimia akan menjadi topik Webinar Series Keamanan Pangan ke-6, yang diselenggarakan hari Jumat 4 September 2020 oleh Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM bekerja sama dengan APKEPI. Silahkan join.
Narasumber pada webinar ke-5 ini adalah Dr. Rachma Wikandari, STP, M.Biotech. (dosen Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM) yang memberikan materi tentang pengenalan GMP dan Dr. Ir. Tyas Utami, M.Sc. (Sekretaris PSPG UGM) yang menyampaikan materi tentang pengenalan HACCP. Peserta yang turut berpartisipasi dalam webinar ini berjumlah kurang lebih 300 orang dari berbagai universitas, UMKM, dinas/instansi pemerintahan, perusahaan swasta, dan masyarakat umum dari seluruh Indonesia.
Berikut video dan materi presentasi selengkapnya dari Webinar Series Keamanan Pangan #5:
1. Unduh Materi Webinar Series Keamanan Pangan #5:
Materi Pengenalan GMP oleh Dr. Rachma Wikandari, STP, M.Biotech.:
Materi Pengenalan HACCP oleh Dr. Ir. Tyas Utami, M.Sc. :
2. Video Webinar Series Keamanan Pangan #5
Video Materi I (Pengenalan GMP)
Video Materi II (Pengenalan HACCP)
Video sesi tanya jawab Webinar Series Keamanan Pangan #5
Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM dan Asosiasi Profesi Keamanan Pangan (APKEPI) bekerjasama menyelenggarakan Webinar Series Keamanan Pangan dengan topik
“Pengenalan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP)”
Terbuka untuk seluruh pengusaha di bidang pangan olahan dan pangan siap saji. Mari bersama-sama untuk belajar menyiapkan pangan yang lebih aman, terutama di masa pandemi COVID-19 seperti ini
Jumat, 7 Agustus 2020
Pukul 09.00 – 10.30 WIB
melalui Cisco Webex
Daftar sekarang melalui http://ugm.id/panganaman5 atau hubungi Dina 0856-4321-9449 (Whatsapp)
Seluruh peserta akan mendapatkan e-sertifikat
Berikut ini link materi dan rekaman video Webinar Series Keamanan Pangan#4. Selamat menyaksikan dan semoga bermanfaat. Tunggu info webinar selanjutnya yaa 🙂
Link materi Listeria monocytogenes : https://tinyurl.com/yyt6lpeg
Link materi Foodborne Diseases (Penyakit Via Makanan) : https://tinyurl.com/y3x47a5j
Video Webinar Series Keamanan Pangan #4:
1. Materi Listeria monocytogenes oleh Prof. Endang Sutriswati Rahayu:
2. Materi “Food Borne Diseases (Penyakit-penyakit Via Makanan) oleh Dr. Dian Anggraini Suroto:
3. Sesi Tanya Jawab Webinar Series Keamanan Pangan #4: