Produksi keju di Indonesia memiliki keterbatasan dalam bahan baku yaitu kultur starter. Selama ini produksi keju lokal masih menggunakan kultur starter yang diimpor dari Australia, Selandia Baru, maupun Prancis. Hal tersebut menjadi tantangan bagi Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM untuk dapat menyediakan kultur starter yang dibutuhkan untuk fermentasi dalam proses pembuatan keju. Saat ini pun Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM memiliki berbagai koleksi strain yang berpotensi untuk menjadi kultur starter produk keju. Di tahun 2019, dilakukan penelitian kerjasama antara PSPG UGM dengan UMKM Mazaraat Artisan Cheese mengenai pembuatan keju krim dengan menggunakan Lactobacillus plantarum Dad-13 yang merupakan strain probiotik.
Keju krim merupakan jenis keju segar yang dibuat dari krim atau susu yang ditambah dengan krim dengan penambahan kultur bakteri asam laktat dan enzim penggumpal. Keju krim memiliki tekstur yang lembut, ringan, berwarna putih, sedikit asam dengan rasa diacetyl atau buttery. Keju krim sering disebut juga sebagai keju oles. Untuk penggunaan keju krim sendiri, dapat digunakan sebagai salad dressing, olesan pada roti, serta menjadi bahan untuk membuat berbagai macam aneka dessert, seperti cheesecake.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Fajar Hidayat yang berjudul “Karakteristik Kimia dan Sensoris Keju Krim menggunakan Starter Lactobacillus plantarum Dad-13” diketahui bahwa ternyata tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik keju krim yang dibuat menggunakan starter milik PSPG UGM tidak berbeda signifikan dengan keju krim yang dibuat menggunakan starter komersial. Hasil yang baik ini memacu PSPG UGM serta Mazaraat Artisan Cheese untuk terus melakukan pengembangan produk keju lokal menggunakan starter lokal. Di tahun 2019 ini, kita punya produk keju krim probiotik yang diberi nama Probiochiz. Di tahun 2020, keju jenis apalagi ya yang akan kita kembangkan?
Dina Aulia Nurfiana