Bakteri asam laktat pertama kali ditemukan oleh Pasteur pada tahun 1857 saat mempelajari kerusakan anggur (wine) yang berubah menjadi asam. Sedang istilah Milchauerbacillus yang diartikan sebagai bakteri bentuk batang penghasil asam yang menyebabkan keasamanan pada susu dikemukakan oleh Hueppe tahun 1884. Bakteri asam lakat yang dikenal sebagai kelompok bakteri yang menghasilkan asam laktat sebagai produk utama metabolisme gula juga banyak ditemukan pada tanaman. Salah satu Genus spesies yang tidak asing bagi kita adalah Lactobacillus plantarum. Nama plantarum diambilkan dari sumber utama bakteri ini, yaitu dari tanaman. Lactobacillus plantarum banyak ditemukan pada makanan hasil fermentasi Indonesia, termasuk dari bahan dasar susu. Tim Peneliti Probiotik PSPG UGM, juga memiliki strain Lactobacillus plantarum sebagai agensia probiotik, baik yang diisolasi dari fermentasi susu (dadih), maupun fermentasi bahan nabati. Bakteri ini juga merupakan bakteri asam laktat yang banyak ditemukan pada usus orang Indonesia, baik orang dewasa maupun anak-anak, baik yang tinggal di Yogyakarta, Bali, Lombok, maupun Samosir, berdasarkan hasil penelitian dari tim peneliti gut microbiota PSPG UGM.
Pelatihan
Mata kuliah Rekayasa Genetika juga diajarkan di TPHP FTP di tahun 1999 (atau sebelumnya). Mata kuliah ini sekarang diganti dengan Bioteknologi Pangan dengan cakupan yang lebih luas. Namun Handout Rekayasa Genetika ini tetap relevan sebagai dasar pengetahuan teknik rekombinasi DNA.
Monggo yang membutuhkan.
Oleh : Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, M.S. dan Pratama Nur Hasan, S.TP, M.Sc
Bahan makanan hasil fermentasi pada umumnya mengandung mikrobia baik yang bermanfaat, salah satunya bakteri asam laktat. Makanan tradisional berbasis fermentasi di Indonesia cukup banyak ragamnya dan tentunya memiliki berbagai macam karakteristik mikrobia, sehingga diperlukan proses identifikasi untuk menentukan jenis mikrobia yang berperan dalam proses fermentasi.
Identifikasi mikrobia saat ini sudah mencapai tahap yang lebih spesifik, yaitu menggunakan proses identifikasi secara molekuler. Proses identifikasi molekuler dikatakan lebih akurat dikarenakan menggunakan identifikasi secara genetis dari mikrobia yang telah diisolasi.
Tahapan identifikasi molekuler pada Bakteri Asam Laktat dimulai dengan isolasi DNA dilanjutkan dengan proses sequencing DNA dan pengolahan data menggunakan software seperti DNA Baser, MEGA X serta proses pencarian database pendukung pada website NCBI.
Untuk mengunduh materi pdf mengenai isolasi bakteri asam laktat secara molekuler dapat menggunakan tautan berikut :
Makanan fermentasi tradisional yang di Indonesia banyak berlangsung secara tradisional merupakan sumber BAL yang penting untuk dieksplorasi, diawali dengan isolasi, selanjutnya dilakukan skrining sesuai dengan potensi BAL yang akan dipelajari.
Materi Workshop yang ditulis pada tahun 1997 tentang Bakteri Asam Laktat masih relevan untuk digunakan. Oleh karena itu, materi ini di upload di web PSPG, untuk memudahkan para peneliti awal di dalam melakukan isolasi bakteri ini. PSPG UGM telah mengawali isolasi BAL sejak awal tahun 90-an, memiliki banyak koleksi bakteri yang tersimpan dalam ampul dan dikelola oleh Food and Nutrition Culture Collection (FNCC).
Untuk identifikasi, kini telah dikembangkan metoda molekuler berbasis sequen gen 16s rRNA, namun karakter-karakter penotipik tetap harus diuji terlebih dahulu.
Karakterisasi BAL secara umum pada paper ini masih tetap berlaku, sedang identifikasi pertumbuhan pada berbagai sumber karbon dapat dilakulan menggunakan API 50 CHL.
Untuk mengunduh materi workshop BAL silahkan klik link berikut ini:
Jawabannya ternyata memang ada. Covid-19 yang membuat repot sedunia, adalah molekul genetik RNA yang terbungkus protein, yang apabila menyerang manusia via pernafasan, menyebabkan perusakan paru-paru yang pada kondisi parah dapat menyebabkan kematian.
Gao, Yan Qin dkk (Journal of Digestive Disease, Feb 2020) menyebutkan bahwa berdasarkan laporan rumah sakit di Universitas Wuhan, terdeteksi virus Covid-19 pada feses dan hasil swab test anus pasien Covid-19. Oleh karena itu, ada kemungkinan penularan infeksi Covid-19 melalui feses-oral. Sehingga perhatian juga harus diberikan pada kebersihan tangan, muntahan, feses, serta cairan tubuh pasien. Para penulis berpendapat bahwa virus berikatan dengan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan di paru-paru yang ternyata juga terdapat di sel epitel usus kecil. Inilah yang menjelaskan bahwa virus juga dapat masuk ke saluran pencernaan. Hal ini sejalan dengan laporan terakhir, bahwa diare juga merupakan salah satu indikasi dari serangan Covid-19, disamping indikasi utama yaitu demam, batuk kering serta sesak nafas. Gejala diare hanya muncul di sekitar 1-10.1%, sedang nausea dan muntah-muntah hanya sekitar 1-3.6% pasien Covid-19. Pemerintah China telah berupaya keras untuk mengatasi Covid-19 ini, terutama dalam mendapatkan anti-virus. Lebih lanjut Gao dkk mengungkapkan bahwa modulasi gut microbiota dengan probiotik dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi Covid-19. Diharapkan probiotik yang dapat menyehatkan saluran cerna juga berimbas pada kesehatan saluran pernafasan.
Hal ini juga didukung oleh paper lain yang ditulis oleh Xu Kaijin dkk (PubMed, Feb 2020) berjudul Management of Corona Virus Disease-19 (Covid-19): The Zhejiang Experience. Para penulis menyebutkan bahwa virus asam nukleat ini dapat terdeteksi pada 10% sampel darah pasien pada periode akut dan 50% sampel feses. Bahkan para peneliti ini juga dapat mengisolasi strain virus yang hidup pada feses, yang memberikan indikasi bahwa feses berpotensi sebagai sumber infeksi. Lebih lanjut, para peneliti juga menyebutkan bahwa pada pasien Covid-19 diperkirakan terjadi disbiosis pada usus, ditandai dengan turunnya populasi bakteri baik yaitu Lactobacillus dan Bifidobacterium. Fungsi gizi dan kesehatan usus harus dijaga pada pasien Covid-19. Para penulis juga menyarankan dukungan makanan bergizi dan aplikasi probiotik maupun prebiotik untuk mengatur keseimbangan gut microbiota. Usus sehat mengurangi risiko infeksi sekunder akibat translokasi bakteri patogen. Tentu saja perlu dilakukan penelitian yang mendukung peran probiotik di dalam mengatasi masalah covid-19, khususnya jenis probiotik serta dosis yang tepat.
Referensi:
Qin Yan Gao, Ying Xuan Chen, Jing Yuan Fang. 2020. 2019 Novel coronavirus infection and gastrointestinal tract. https://doi.org/10.1111/1751-2980.12851
Kaijin Xu, Hongliu Cai, Yihong Shen, Qin Ni, Yu Chen , Shaohua Hu, Jianping Li, Huafen Wang, Liang Yu, He Huang, Yunqing Qiu, Guoqing Wei, Qiang Fang, Jianying Zhou, Jifang Sheng, Tingbo Liang, Lanjuan Li. 2020. [Management of Corona Virus disease-19 (COVID-19): The Zhejiang Experience]. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32096367/
Sesuai dengan definisi yang ada bahwa probiotik merupakan mikroorganisme yang dikonsumsi dalam kondisi hidup dengan jumlah yang cukup serta mampu berkembang biak dalam saluran pencernaan manusia dan membawa manfaat kesehatan (FAO/WHO, 2002). Maka persyaratan utama bakteri probiotik adalah memiliki kemampuan untuk tetap hidup saat melewati lambung, saluran pencernaan dengan berbagai aktivitas enzimatik, akhirnya menuju kolon dan berkembang serta membawa manfaat bagi kesehatan tubuh. Kemampuan berkembang biak pada kolon dapat diuji dengan terdapatnya bakteri probiotik dalam feses setelah subjek mengonsumsi bakteri ini (Utami dkk 2015 dan Rahayu dkk 2016).
Uji strain probiotik dalam feses merupakan uji yang umum dilakukan, sedang untuk membedakan antara bakteri probiotik serta bakteri lainnya yang jumlahnya ribuan kali lebih banyak, diperlukan media selektif khusus untuk strain probiotik terkait. Uji pada media tumbuh digunakan untuk memastikan bahwa strain probiotik tetap hidup dan berkembang pada usus, yang keberadaannya tercermin di feses. Selanjutnya untuk memastikan bahwa strain yang terdapat pada feses betul-betul strain probiotik yang dikonsumsi, dapat dilakukan uji lanjutan secara molekuler berbasis DNA dan alat PCR. Tentu saja kemampuan untuk tumbuh di kolon bukan satu-satunya syarat yang harus dimiliki oleh kandidat probiotik, aspek-aspek lain perlu dipertimbangkan juga.
Pada dasarnya, aspek-aspek yang perlu diperhatikan untuk memilih bakteri probiotik untuk industri adalah sebagai berikut:
(1) Asal-usul strain probiotik dan status keamanannya. Bakteri probiotik yang banyak beredar di pasaran saat ini kebanyakan berasal dari mikrobiota usus manusia sehat, namun banyak pula yang diisolasi dari makanan fermentasi. Pemilihan mikrobiota usus sebagai asal probiotik, untuk mendapatkan strain yang memang dapat hidup dan berkembang biak di usus. Namun makanan fermentasi juga merupakan sumber yang ideal karena makanan ini telah dikonsumsi secara turun temurun selama berabad abad dan terbukti aman. Identifikasi yang jelas terhadap strain yang digunakan juga diperlukan, tidak hanya berdasarkan karakteristik penotipik namun juga berdasarkan molekuler (16srRNA). Strain probiotik juga harus disimpan pada Culture Collection yang bereputasi internasional.
(2) Aspek fisiologi strain probiotik. Strain probiotik harus hidup dan melakukan kolonisasi pada lumen usus sehingga perlu dipertimbangkan resistensi terhadap pH rendah dan bile salt, termasuk kemampuan aderensi pada sel epitel manusia. Pertimbangan yang lain adalah memiliki aktivitas anti-mikroorganisme serta kemampuannya untuk menghasilkan enzim atau metabolit tertentu yang dapat membawa manfaat bagi tubuh inang. Daya antagonistis terhadap patogen enterik spesifik (kalau di Indonesia, patogen tropis perlu dipertimbangkan), kemampuan mengasimilasi serum kolesterol dan men-dekonjugasi bile salt, memproduksi asam amino, GABA, asam folat, vitamin, bahkan serotonin, serta memiliki β-galaktosidase, serta enzim-enzim yang lain, merupakan aspek-aspek yang banyak diteliti.
(3) Aspek teknologi. Strain probiotik harus memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai proses pengolahan pangan. Strain harus memiliki toleransi tinggi terhadap kekeringan, suhu tinggi maupun suhu rendah. Memiliki stabilitas dan viabilitas yang tinggi selama proses, pembekuan, pengeringan, pendinginan, serta penyimpanan. Strain yang akan digunakan untuk proses fermentasi harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk fermentasi yang dapat diterima oleh konsumen. Apabila strain probiotik digunakan sebagai co-starter juga harus mampu berinteraksi dengan mikroorganisme utama di dalam proses fermentasi. Viabilitas pada produk akhir tetap tinggi sesuai dengan ketentuan pangan probiotik 107-9 CFU/g produk.
(4) Aspek fungsional. Probiotik harus membawa manfaat kesehatan bagi tubuh, sehingga perlu dipertimbangkan aspek fungsional yang berasal dari strain. Beberapa aspek fungsional yang dapat diperoleh dari strain probiotik adalah sebagai immunomodulator, antialergi, antihipertensi, antikanker, dll, sesuai dengan karakteristik masing-masing strain yang digunakan. Aspek-aspek di atas adalah strain dependen atau tergantung dari strain probiotik itu sendiri. Setiap aspek yang diteliti harus dibuktikan melalui penelitian ilmiah yang terstruktur. Bahkan manfaat kesehatan yang dimiliki oleh strain probiotik tertentu harus dibuktikan melalui uji klinis yang selanjutnya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah bereputasi.
Tim peneliti probiotik Fakultas Teknologi Pertanian dan Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada telah melakukan penelitian panjang mulai dari skrining probiotik dari berbagai sumber serta mempelajari aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum strain indigenos ini dapat masuk ke dunia industri. Perlu waktu panjang serta kegiatan yang konsisten untuk dapat membawa hasil penelitian ke industri dan pasar.
Referensi:
Utami T, Cahyanto MN, Juffrie M, and Rahayu ES. 2015. Recovery of Lactobacillus casei strain Shirota (LcS) from the intestine of healthy Indonesian volunteers after intake of fermented milk and its impact on the Enterobacteriaceae faecal microbiota. International Journal of Probiotic and Prebiotic 10 (2/3): 77-84
Rahayu ES, Cahyanto MN, Mariyatun, Sarwoko MA, Haryono P, Windiarti L, Sutriyanto J, Kandarina, I, Nurfiani S, Zulaichah E, Utami T. 2016. Effects of consumption of fermented milk containing indigenous probiotic Lactobacillus plantarum Dad-13 on the fecal microbiota of healthy Indonesian volunteers. International Journal of Probiotics and Prebiotics. 11(2): 91-98.
Para atlet sering melakukan latihan rutin maupun kompetisi sehingga wajib memiliki imunitas yang kuat. Namun, di sisi lain mereka memiliki resiko infeksi yang tinggi karena terekspos patogen, kondisi lingkungan, stres, diet, dan pola tidur yang minim. Dalam hal ini, suplementasi probiotik menunjukkan dapat membantu dalam beberapa kondisi tertentu, terutama efek samping antibiotik, IBS, modulasi sistem umum, alergi dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA/URTI, upper respiratory tract infection). Mengingat manfaat potensial ini, ada minat dalam penggunaan probiotik khususnya pada atlet untuk membantu menjaga kesehatan umum secara keseluruhan, meningkatkan fungsi kekebalan tubuh atau mengurangi insiden URTI dan keparahan gejala/durasi.
Kini probiotik juga telah dipelajari peranannya untuk para atlet. Berikut manfaat probiotik untuk para atlet, khususnya ketahanannya.
a. Probiotik dapat meningkatkan pemulihan dengan meningkatkan penyerapan antioksidan. Antioksidan dalam jumlah yang berlebihan diperlukan untuk menangkal radikal bebas yang juga berlimpah setelah pelatihan.
b. Probiotik mampu meningkatkan sistem imun tubuh, untuk melawan infeksi. Pada saat atlet mengalami kelelahan produksi interferonnya menurun sehingga atlet rentan terhadap serangan infeksi seperti virus, bakteri, parasit dan sel tumor. Penelitian telah menunjukkan terjadi peningkatan interferon pada atlet yang kelelahan dengan suplementasi bakteri baik, dan dengan demikian terjadi penurunan penyakit seperti mononukleosis.
c. Bakteri baik meningkatkan pencernaan dengan meningkatkan bioavailabilitas dan penyerapan protein dan lemak. Bakteri baik dapat meningkatkan pencernaan nutrisi-nutrisi ini di lambung dan usus. Atlet memiliki beberapa kebutuhan gizi tertinggi, dan kebutuhan ini paling baik dipenuhi ketika pencernaan ditingkatkan. Bakteri baik
dapat secara kuat mengurangi mual, peradangan usus, kembung dan hipersensitivitas terhadap makanan.
Kanker merupakan penyakit mematikan yang ditakuti oleh semua orang. Terdapat 9,8 juta kematian yang terjadi akibat kanker pada tahun 2018, dan kanker kolon atau colorectal cancer (CRC) merupakan jenis kanker yang menempati urutan ketiga paling umum terjadi di dunia dengan 1,80 juta kasus dan menempati urutan kedua dengan angka kematian tertinggi di dunia yaitu 862.000 kematian (WHO, 2018). Peningkatan CRC pada negara berkembang dapat disebabkan oleh peningkatan populasi yang menua, kebiasan hidup modern, kebiasaan diet, dan peningkatan faktor resiko CRC. Faktor resiko CRC adalah penyakit genetik, merokok, alkohol, dan kurangnya olahraga Persentase kematian CRC di Indonesia pada 2014 sebesar 10% dari 103.000 angka kematian CRC pada pria dan 8,5% dari 92.000 pada wanita. (Kupers, et al., 2016; Mustafa et al., 2016; Anonim, 2014)
Pencegahan CRC ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi probiotik. Sivamaruthi et al. (2020) dalam jurnalnya memberikan mekanisme yang mendasari sifat anti-kanker probiotik pada kanker kolon yang terdapat pada gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme sifat anti-kanker dari probiotik (Sivamaruthi et al., 2020)
Beberapa studi menyebutkan bahwa peran probiotik dalam menekan kanker kolon melalui SCFA. SCFA secara menyeluruh berperan dalam menjaga lingkungan kolon agar tetap sehat, dan Butirat yang merupakan komponen SCFA berperan besar dalam kesehatan usus besar karena dapat menghambat proliferasi sel, menginduksi diferensiasi sel, mempromosikan sel apoptosis, sebagai anti-tumor yang berguna mereduksi invasi sel tumor.
Mekanisme Butirat dalam menekan CRC terdapat pada gambar 2. Probiotik yang dikonsumsi membantu gut microbiota dalam menfermentasi serat yang dimakan sehingga terdapat peningkatan SCFA termasuk butirat. Butirat dapat menghambat perkembangan CRC dan meningkatkan kesehatan usus dengan beberapa cara yaitu mengurangi ekspresi NRP-1 dengan menghambat transaktivasi Sp1 untuk menekan angiogenesis, metastasis, dan kelangsungan hidup sel CRC. Butirat dapat mempromosikan apoptosis sel CRC dengan menghiperaktifkan jalur Wnt signaling. Butirat juga dapat membatasi proliferasi sel, dan menginduksi apoptosis sel dalam sel CRC melalui upregulasi ekspresi miR-203, P21waf1 dan bax, dan mempromosikan ekspresi endocan. Sementara itu butirat dapat meningkatkan p57 mRNa dan level protein dengan menghambat ekspresi c-Myc, yang mengurangi transkripsi kluster miR-17-92a dan level miR-92a. Secara kolektif, interaksi antara butirat, NRP-1. Wnt. Endocan, P21waf1 dan bax, miR-203 dan miR-92a memediasi efek anti-proliferasi dan pro-apoptosis dari butirat dalam sel CRC (Wu et al., 2018).
Gambar 2 mekanisme butirat menekan CRC (Wu et al., 2018)
Referensi:
Anonim. 2014. Cancer mortality profile: Indonesia. World Health Organization. WHO%20indonesian%20cancer%20colon. Accessed
Kuipers, E. J., W. M. Grady, D. Lieberman, T. Suefferlein, J. J. Sung, P. G. Boelens, C.J.H. can de Velde, dan T. Watanabe. 2016. Colorectal cancer. Nat. Rev. Dis. Primers. 15(1):15065.
Mustafa, J. Menon, R. K. Muniady, E.L. Illzam, M. J. Shah, dan A. M. Sharifa. 2016. Colorectal cancer: pathogenesis, management, and prevention. IOSR-JMDS. 15 (5) : 94 – 100.
Sivarmaruthi, B. S., P. Kesika, dan C. Chaiyasut, 2020. The role of probiotic in colorectal cancer management. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 20. 1-17.
WHO. 2018. Cancer. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer. Diakses tanggal 21 Mei 2020.
Wu, X., Y. Wu, L. He, L. Wu, X. Wang, dan Z. Liu. 2018. Effects of the intestinal microbial metabolite butyrate development of colorectal cancer. J. cancer. 9 (14): 2510-2517.
Kita telah mengetahui bahwa ProbioGama merupakan produk probiotik unggulan dari UGM. Probiotik berbentuk powder yang diproduksi oleh Unit Produksi Probiotik dan Kultur Starter Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM ini selain berperan dalam menjaga keseimbangan populasi gut microbiota, juga berperan sangat baik untuk menjaga keseimbangan lingkungan kolon melalui Short Chain Fatty Acid atau biasa disingkat SCFA.
SCFA atau asam lemak rantai pendek merupakan hasil fermentasi dari karbohidrat tak tercerna atau terserap oleh usus halus. SCFA yang paling banyak yaitu asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. SCFA secara umum berperan dalam mempengaruhi lingkungan kolon agar nutrien yang kita makan terserap dengan baik. SCFA juga memiliki manfaat secara khusus untuk masing-masing komponen, asam asetat merupakan komponen SCFA yang mempunyai konsentrasi tertinggi berfungsi sebagai substrat utama sintesis kolesterol; asam propionat yang berguna sebagai anti-mikrobia, anti-inflamasi, dan meningkatkan sensitifitas insulin; serta asam butirat yang merupakan antikarsinogenik dan anti-inflamasi sehingga dapat berguna untuk mencegah kanker kolon (Vipperia dan S. O’Keefe, 2012).
Rumus kimia SCFA yaitu:
59C6H12O6 + 38H2O → 60 asam asetat + 22 asam propionat + 18 asam butirat + 96CO2 + 256H+
(Zeng et al., 2014)
Penelitian tentang efek ProbioGama dalam menjaga kesehatan lingkungan kolon sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia seperti di Yogyakarta dan Sumatera Utara. Dilansir dari jurnal Banin et al. (2019), ProbioGama yang berisi 109 cfu/g bakteri indigenous Lactobacillus plantarum Dad-13 dan dikonsumsi selama 60 hari dapat meningkatkan konsentrasi SCFA anak-anak sehat usia sekolah di Ngemplak, Yogyakarta terutama untuk konsentrasi asam propionat. Konsentrasi asam propionat meningkat secara signifikan pada kelompok probiotik apabila dibandingkan dengan plasebo. Peningkatan konsentrasi asam propionat terjadi pada 85% individu pada kelompok probiotik, diikuti oleh asam asetat dan asam butirat yaitu sebesar 65% dan 60%. Selain itu, peningkatan SCFA ini juga diperkuat dengan penurunan pH kolon secara signifikan.
Mekanisme ProbioGama menjaga kesehatan lingkungan kolon yaitu probiotik indigenous L. plantarum Dad-13 yang terkandung dalam produk akan menambah jumlah bakteri baik (seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus) dalam kolon sehingga lebih banyak nutrien yang difermentasi oleh bakteri baik dan akan meningkatkan SCFA. Peningkatkan SCFA ini membuat kolon berada pada kondisi asam karena pH kolon turun seiring peningkatan SCFA. Bakteri patogen dalam kolon yang tidak tahan pada pH rendah akan mengalami penurunan populasi sehingga populasi gut microbiota dan lingkungan kolon menjadi seimbang. Kondisi lingkugan yang baik ini akan membantu penyerapan nutrien menjadi lebih optimal.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa ProbioGama baik dikonsumsi untuk menjaga kesehatan lingkungan kolon.
Referensi:
Banin, M. M., T. Utami, M. N. Cahyo, J. Widada, and E. S. Rahayu. 2019. “Effects of Consumption of Probiotic Powder Containing Lactobacillus plantarum Dad-13 on Fecal Bacterial Population in School-Age Children in Indonesia.” International Journal of Probiotics and Prebiotics 14(2016): 1–8.
Vipperia, K. dan S. O’Keefe. 2012. The Microbiota and its Metabolites in Colonic Mucosal Health and Cancer Risk. Nutrition in Clinical Practice. 27 (5) : 624 – 635.
Zeng, H., D. L. Lazarova, dan M. Bordonaro. 2014. Mechanismc linking dietary fiber, gut microbiota and colon cancer prevention. World J. Gastrointest Oncol. 6 (2) : 41 – 51.